Perihal memaafkan?
Abis nonton flim the World Of The Married.
Selalu kebayang kata-kata itu. Episode terakhir di part terakhir. Ini
script nya, ungkapan hati Dr. Ji.
“Kamu telah menyesali dan menyalahkan diri sendiri. Aku harap kamu sudah memafkan semuanya sekarang. Diatas segalanya.. Dirimu. Tidak peduli seberapa keras aku berusaha, aku tidak pernah berfikir aku bisa mengatakan kata “maafkan”. Aku belajar, untuk berusaha memaafkan seseorang sama sombongnya dengan menilai seseorang. Aku hanya menunggu waktu yang diberikan kepada ku, dan tetap berada di tempatku. Menunggu anakku pulang dan kembali bersama. Berpegang pada harapan yang tak pasti itu, menahan kecemasan itu, mengesampingkan kesombongan aku, berfikir bahwa aku menetapkan aturan, menilai, dan bertanggung jawab. Mungkin itu yang terbaik yang bisa aku lakukan. Berpisah dari pasangan kamu dengan seseorang yang telah berbagi sebagian besar hidupmu, seperti memotong bagian dari tubuh kamu. Dan rasa sakit itu, menghantui kedua orang. Ketika datang kepada pasangan menikah, tidak ada penyerang atau korban yang sama sekali yang tak bersalah. Hal-hal seperti itu tidak dapat dibangun . Sambil memikirkan kesalahan yang kami buat, atau sambil bertahan setiap hari, tanpa membiarkan rasa sakit mendominasi kita. Mungkin, waktu penebusan sudah datang. Saat akhirnya aku bisa memafkan diri”
Ah, ngetik nya aja berasa kayak ada bawang yang ditaro di depan
mata. Meskipun terjemahan nya agak-agak gimana gitu, tapi pasti bisalah kita
ngerti maksudnya apa. Tau gak si yang selalu terngiang itu apa?
Aku
belajar, untuk berusaha memaafkan seseorang sama sombongnya dengan menilai
seseorang.
Deep banget, serius. Aku mengartikan, ketika ada momen untuk
memafkan seseorang dan kita anggep orang itu salahnya fatal banget, dan kita
berusaha berkali-kali untuk maafin dia, sama saja kita terlalu sombong mandang
diri kita. Sama saja seperti kita tuh nganggep diri kita terlalu baik, untuk
memberikan maaf ke dia aja, sampai harus menilai dan berusaha keras banget.
Astagfirullah.
Tentang memaafkan.
Dua puluh tahun aku hidup, ya benar pasti pernah merasakan marah
atau kecewa. Dan dua puluh tahun aku hidup, aku jadi sadar, yang membuat kita
kecewa dan marah adalah diri kita sendiri. Kenapa? Dalam sehari-hari, kita
pasti ingin menjalankan hari-hari sesuai apa yang kita mau, dan itu tentu,
gabisa semua hal sesuai apa yang selama ini kita mau. Simpelnya, “aku kecewa
karena nilai aku jelek, kenapa aku kecewa karena aku ingin nilai yang bagus”.
Yaa, dan semua hal, aku bisa katakan seperti itu. Terkadang kecewa, dan
poinnya, kecewa karena ada orang yang melakukan sesuatu yang tidak bisa kita
terima. Itu pointnya.
Tiap orang punya rasa berbeda, keinginan berbeda, mimpi yang
berbeda, sifat yang berbeda. Dan tentunya pasti ada saja kesempatan buat rasa
kecewa, kesal dan marah itu hadir, dan ujung-ujungnya berantem, bertengkar,
bermusuhan, slek lah yang merupakan level musuhan paling rendah. Haha.
Dengan rasa yang berbeda, keingan berbeda, mimpi yang berbeda,
sifat yang berbeda, pasti tiap orang berbeda pula cara menanggapi rasa kecewa
tersebut kepada orang. Kecewa disini diartikan kesel juga ya. Mungkin, ada
orang yang nganggep, yaudahlah biarin aja, nanti juga baikan. Ada yang
memperpanjang urusan itu sampe beneran bertengkar dan harus ada yang minta maaf
diantara salah satunya. Ada yang mengganggap, yaudahlah emang gak cocok, minta
maaf aja kali ya.
Tentang memaafkan
Bagaimana dengan aku. Ha, aku juga tidak tahu, aku ada dimana.
Tapi, ketika aku membuka diary-diary ku dulu, ternyata tiap kesel aku selalu
menuliskannya kedalam tulisan. Tapi kali ini bukan tentang itu, ini tentang
bagiamana seharusnya kita menanggapi itu semua? Aku berfikir, harusnya kita,
khususnya buat diriku sendiri sadar, “Gak semua yang aku mau, di mau-in sama
orang lain”. Yaa, itu point banget, dan apakah kita harus mengalah, jawabannya
pasti tidak, tidak melulu selalu mengalah. Kita ada lidah yang bisa kita
gunakan untuk bersuara. Kita ini manusia, pasti punya titik dimana titik baik
yang berlaku bagi insan manusia yang berintekasi. Aduh, apakah artian ini
maksud ke kalian. Kita bisa bercerita, bahwa aku ingin ini, dan dengan cerita,
kita juga jadi tahu dia ingin apa. Dan bukankan kita bisa mencari jalannya?
Tentang memaafkan
Kata-kata itu sekarang jadi pointnya. “Aku belajar, untuk berusaha
memaafkan seseorang, sama sombongnya dengan menilai seseorang”. Aku juga jadi
belajar, untuk apa kita selalu merasa benar? untuk apa selalu meyakinkan diri kita
bahwa aku dikecewakan oleh dia? untuk apa meyakinkan dia bahwa dia salah dengan
rasa kecewa yang kita tunjukan?
Wahai diri, berdamailah dengan hati mu. Sekarang aku akan belajar,
untuk mengiklaskan, untuk tidak memformulasikan kekecewaan itu dengan menyemburkannya
dan melukainya kembali. Wahai hati, tolong jangan sampai kita berhasil melukai
orang lain, atas rasa kekecewaan yang kita rasakan. Wahai diri, tolong, jangan
sampai kita membuat orang lain kecewa, karena dikecewakaan aku tahu itu
sangatlah sakit. Wahai hati, bantu aku belajar sabar, dan bersama untuk memetik
buah dari kesabaran itu.
Ada kutipan yang aku baca di wattpad, maaf aku lupa itu di story
mana.
“Hati adalah hal yang paling kecil, namun dia memiliki banyak keistimewaan. Dia bisa menggerakan apapun, melakukan apapun, bahkan menciptakan apapun. Bersihkan hati terlebih dahulu, baru kalian bisa mendapatkan apa yang kalian mau. Jangan lupa bersyukur setelah mendapatkannya. –Ayah- “
Pertanyaan nya sekarang, haruskah selamanya kita diam? Hmmm. Nah,
bukan berarti jika dia memang salah, kita diam. Kita tetap wajib memberi
tahunya, dan ketika kita diberitahu, kita harus terima. Bukan justru kembali
merasa benar. Ingat ya Cin, apapun yang kita lakukan, pasti akan selalu ada
dampaknya.
Ada beberapa kalimat nih yang aku ambil dari web dakwatuna.com
“Dusta jika ada manusia tidak butuh nasihat, sombong jika ada manusia tidak butuh bimbingan. Kita semua membutuhkannya. Sebab manusia itu memiliki potensi benar dan salah. Allah Tabaraka wa Taala jiga menyediakan berbagai mekanisme penjagaan dan perawatab fitrah seorang mukmin, salah satunya adalah budaya saling memberikan nasihat (muhasabah) dan tadzkirah. Inilah budaya yang mengeluarkan manusia dari zona Al-Khusr(kerugian)”
Terimakasih, flim World of the Married, meskipun cuman
nonton sekilas-sekilas bangeet dan nonton full cuman di part akhir, pelajaran
ini penting banget, yang InsyaAllah akan menjadi pengingat diri ini. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar